Parasurama Guru Kalki Awatara

HINDUALUKTA---  Awatara Keenam Dewa Wisnu adalah seorang brahmana berangasan bernama Parasurama. Brahmana ini punya prinsip yang agak ‘tidak biasa’ dibandingkan dengan brahmana kebanyakan. Brahmana ini punya prinsip : ABOLISH EVERY GOVERNMENT ON EARTH! BUBARKAN SETIAP PEMERINTAHAN DI MUKA BUMI! Atau kurang lebih begitu kalau dianalogikan dengan pemikiran orang modern . Bagaimana tidak? Ini brahmana keliling dunia 21 kali dan setiap kali keliling dia pasti bikin gunungan mayat dari jenazah raja-raja yang berkuasa di seluruh dunia pada masa Treta Yuga .
Parasurama
KELAHIRAN DAN MASA MUDA
 
Ada seorang Rsi yang menjadi bagian dari tujuh Sapta Rsi bernama Jamadagni. Jamadagni telah memiliki empat putra namun suatu ketika istrinya hamil putra kelimanya, Jamadgani dan istrinya, Renuka, mendapat pesan dari Dewa Siwa bahwa Dewa Wisnu akan menitis kepada putra kelima mereka. Putra kelima mereka ini dinamai Rama atau Ramabhadra.

Sebagai istri brahmana yang tergabung dalam Sapta Rsi, Renuka memiliki kemampuan untuk memadatkan tanah liat yang masih basah dan belum dibakar menjadi pot tembikar untuk menampung air. Namun suatu ketika saat hendak mengambil air di sungai, ia melihat sekawanan gandarwa (yang wajahnya bening, cute, ganteng kayak boyband zaman sekarang hehe.. ), satu pikiran untuk ‘serong’ dengan para gandarwa langsung melintas di pikiran Renuka. Akibatnya kendi air di tangannya langsung meleleh dan larut dalam air. Renuka pun ketakutan dan tidak berani pulang karena ia tahu suaminya pasti akan marah besar padanya.

Jamadagni tidak perlu waktu lama untuk tahu perbuatan istrinya itu. Dalam meditasinya, lintasan pikiran Renuka masuk ke dalam pikirannya. Dengan kekuatannya, Sang Rsi memaksa sang istri pulang lalu memanggil putra sulungnya dan menyodorkan sebuah kapak kepadanya. “Bunuh ibumu dengan kapak itu!” kata Jamadagni.

Sang putra sulung ketakutan dan menolak perintah sang ayah, dan sebagai akibatnya ia dikutuk menjadi batu. Putra kedua, ketiga, dan keempat juga dipanggil dan diberi perintah serupa, dan semuanya menolak. Akhirnya empat putranya pun berubah menjadi batu. Sampai akhirnya Rama mengambil kapak itu dan tanpa ragu memenggal kepala ibunya.

Jamadagni terkesan oleh kepatuhan Rama sehingga menawarinya untuk mengabulkan dua permintaan Rama. Rama hanya meminta sang ayah menghidupkan kembali ibu dan empat kakaknya. Jamadagni mengabulkannya.

BERGURU PADA SIWA
 
Meskipun merupakan awatara Wisnu, Rama dan ayahnya termasuk brahmana sekte Shaivanism (Siwaisme) yang lazim hidup bertapa, menyendiri di tengah hutan atau pegunungan, makan seadanya dari hutan, dan melumuri tubuh mereka dengan abu. Ketika sudah cukup usia, Rama meninggalkan rumahnya untuk bermeditasi pada Siwa. Setelah melakukan tapa selama bertahun-tahun Siwa datang menemuinya, memberinya sebuah kapak yang tak dapat dihancurkan oleh apapun bernama Parasu (Parashu). Lalu memberi perintah pada Rama untuk membebaskan Ibu Bumi dari penjahat, orang-orang serakah, iblis, dan orang-orang takabur.
Kemudian selama 21 hari Siwa menantang Rama untuk bertarung. Selama 21 hari itu pula murid dan guru itu saling tebas dan serang. Siwa dengan trisulanya, Rama dengan Parasunya. Di hari ke-21 Rama berhasil melukai dahi Siwa dengan kapaknya dan pertarungan pun dihentikan. Siwa sangat puas dengan kecakapan muridnya itu dan sejak saat itu menamai diri-Nya ‘Khanda-parshu’ (Yang dilukai oleh kapak) sebagai wujud penghormatan Siwa pada Rama. Nama Rama sendiri kemudian berubah menjadi Parasurama.

ARJUNASASRABAHU
 
Ada seorang raja dari ras Yadu, bernama Kartavirya Arjuna atau Arjuna Sasrabahu – Arjuna yang bertangan seribu. Raja ini menguasai wilayah Mahespati (atau Halaya di versi India). Awalnya raja ini adalah raja yang bijak dan perkasa. Raja ini bahkan sempat mengalahkan Rahwana muda dan memaksa Rahwana untuk tidak mengekspansi negara lain lagi.
Tapi kemudian raja ini menjadi ‘gila hormat’ dan merasa tak ada satupun yang lebih sakti dari dirinya. Dalam kunjungannya ke asrama (pertapaan) Rsi Jamadagni, Sang Raja disuguhi aneka hidangan nikmat ala istana oleh Sang Rsi dalam kuantitas yang tidak main-main. Penasaran dari mana Sang Rsi mendapatkan hidangan sebanyak dan semewah itu padahal hidupnya amat sederhana, Jamadagni mengatakan bahwa ia mendapatkannya melalui perantaraan sapi Kamadhenu (Sapi ini adalah sapi pengabul segala kehendak yang keluar pada saat Samudra Manthan yang diberikan oleh Dewa Wisnu (atau Indra, tergantung versinya) kepadanya. Arjuna Sasrabahu menginginkan sapi itu. Ia hendak membeli sapi itu, tapi Jamadagni menolaknya. Sang raja terus membujuk dan menaikkan tawarannya tapi Jamadagni tetap kukuh bahwa sapi pemberian Dewa Wisnu itu tidak dijual.

Jadi apa solusi dari Arjuna untuk memuaskan keinginannya? Nyolong..!

Sang Raja membawa sapi itu secara paksa dari asrama Rsi Jamadagni, tapi tidak berapa lama kemudian Parasurama kembali ke pertapaan ayahnya dan mendapati sapi Kamadhenu tak ada lagi di rumah ayahnya. Ketika Parasurama bertanya ke mana perginya sapi itu, ayahnya menjawab bahwa Raja Arjuna Sasrabahu membawanya. Marah atas perilaku Sang Raja yang seenaknya, Parasurama berlari ke istana Sang Raja dengan niat merebut kembali sapi suci itu.

Arjuna Sasrabahu tidak mau mengembalikan sapi itu begitu saja dan menantang Parasurama untuk bertarung. Parasurama memanah satu-demi-satu seribu tangan Arjuna lalu memenggal kepala Sang Raja kemudian membawa pulang sapi Kamadhenu ke pertapaan ayahnya. Ayahnya senang sapinya kembali, tapi melihat ada noda darah di kapak anaknya, Jamadagni berkata, “Tidak layak Brahmana dikontrol oleh amarah dan kesombongan. Sucikan dirimu segera, Rama.”

Maka Parasurama pun kembali meninggalkan rumahnya, mengasingkan diri selama satu tahun untuk menyucikan diri. Di pengasingan ini, Indra menghadiahinya busur Wijaya sebagai hadiah atas keberaniannya menantang Arjuna Sasrabahu. Tapi di saat yang sama, anak-anak Arjuna Sasrabahu yang menemukan jenazah ayah mereka menjadi luar biasa marahnya. Mereka segera menyerbu pertapaan Jamadagni dan membunuh Sang Rsi dengan menembakkan ratusan anak panah. Jamadagni pun tewas. Anak-anak Arjuna Sasrabahu pun memenggal kepala Jamadagni dan membawanya ke istana mereka sebagai tropi kemenangan.

Ketika Parasurama kembali dari pengasingannya, ia menemukan ibunya tengah berduka dan meratapi kematian ayahnya sambil memukul-mukul dadanya sebanyak 21 kali. Di samping ibunya, teronggok jasad Jamadagni yang tanpa kepala. Parasurama pun menjadi sangat sakit hati atas kepongahan warna kesatria dan bersumpah akan membantai seluruh kaum kesatria dalam pembantaian yang akan dia lakukan sebanyak 21 kali keliling dunia.

PEMBANTAI RAJA-RAJA
 
“Pada masa antara Treta dan Dwapara Yuga, Parasurama, sang pejuang terhebat, terusik oleh ketidaksabarannya menyaksikan segala kepongahan kaum kesatria, berulang kali membantai kaum kesatria. Ketika ia selesai dengan aksi pembantaiannya, ia telah menciptakan Samanta-panchaka, lima danau besar berisi darah.”
—Mahabharata 1:2
Parasurama membantai seluruh raja yang ada di dunia ini tanpa pandang bulu. Ia tidak peduli apakah raja-raja ini masih muda atau sudah tua, apakah raja ini punya pewaris atau tidak punya pewaris, atau apakah raja ini dicintai rakyatnya atau malah dibenci rakyatnya. Pokoknya nyaris tidak ada dinasti kerajaan yang ‘selamat’ dari amukan Parasurama.

Korban pertama dari perjalanan Parasurama ini adalah anak-anak Arjuna Sasrabahu. Setelah membunuh anak-anak ‘kurang ajar’ ini ia membawa kembali kepala ayahnya ke pertapaan dan melakukan upacara pembakaran jenazah lalu melanjutkan perjalanannya.

Setelah 21 kali mengelilingi dunia, Parasurama mengadakan sebuah upacara akbar yang intinya menyatakan bahwa raja-raja yang tersisa wajib menyerah dan menyatakan kesetiaan kepada Parasurama. Yang tidak mau, dipersilakan mengalahkan Parasurama dalam duel. Sebagian raja tidak mau mengakui seorang brahmana sebagai Maharaja mereka, dan akhirnya tewas saat bertarung dengan Parasurama. Raja-raja yang tersisa akhirnya menyatakan diri sebagai bawahan Parasurama. Parasurama sendiri kemudian membagi-bagikan wilayah taklukannya di antara para brahmana sebelum akhirnya mengundurkan diri untuk bertapa kembali di Pegunungan Mahendra.

BERTEMU AWATARA WISNU LAINNYA
 
Ada satu dinasti yang selamat dari amukan Parasurama, yakni Dinasti Surya (Kerajaan Ayodhya). Entah bagaimana dinasti ini tidak kena utak-atik dari Parasurama. Karena Parasurama berumur panjang, ia bisa mendengar saat seorang pangeran dari Kerajaan Ayodhya bernama Rama mematahkan busur Haradhanu milik Siwa yang dimiliki oleh Raja Mithila, Janaka, saat tengah mengadakan sayembara untuk mencari suami bagi putri angkatnya : Sita (Sinta).
Parasurama langsung naik darah. Ia menyangka ada lagi kaum kesatria yang mau sok pamer kekuatan di dunia ini. Langsung saja ia turun gunung dan menghadang Rama yang sedang dalam perjalanan pulang ke Ayodhya bersama Sita, adiknya Laksmana, dan seorang Sapta Rsi Wiswamitra. Wiswamitra memohon agar Parasurama kembali lagi ke pertapaannya dan berusaha keras meyakinkan Parasurama bahwa Rama sama sekali tidak punya maksud ‘pamer kekuatan’ hanya saja busur Haradhanu milik Siwa tiba-tiba patah saat direntangkan oleh Rama.

Parasurama tidak percaya, ia melemparkan busur Wisnudhanu, busur yang dimilikinya sebagai awatara Wisnu kepada Rama dan menantangnya untuk menarik busur itu. Rama menarik busur itu tanpa kesulitan sementara kapak Parasurama tiba-tiba menjadi sangat berat. Parasurama pun langsung sadar bahwa dia bukan lagi awatara Wisnu. Rama sudah mengambil alih posisinya. Karena itu ia pun undur diri dan masuk kembali ke dalam hutan. Busur milik Wisnu itu diberikan pada Rama.

MENJADI GURU BHISMA
 
Parasurama adalah awatara Wisnu paling unik karena ia adalah Chiranjiwin (kaum abadi). Ia terus hidup sampai era Dwapara Yuga, di mana kisah Mahabaratha akan terjadi. Di masa ini ia menjadi guru dari seorang pangeran Wangsa Kuru bernama Bhisma. Di masa ini kebenciannya terhadap kaum kesatria sudah hilang. Tapi ada satu masalah yang kemudian membuat hubungan guru-murid ini retak.

Bhisma sudah bersumpah pada ayahnya yang hendak menikah lagi bahwa ia tak akan menjadi raja, bahwa adik-adiknyalah nanti yang akan menjadi raja Hastina. Kalau adik-adiknya ini meninggal maka keturunan merekalah yang akan menjadi raja. Ia juga bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya supaya tak ada satupun anak keturunannya yang kelak menuntut hak atas tahta Hastina.

Permasalahannya ... Bhisma pernah dengan sengaja menculik rombongan putri dari kerajaan seberang yakni Amba, Ambalika, dan Ambika untuk diperistri adiknya. Tanpa Bhisma sadari, Amba ternyata sudah bertunangan. Ketika Bhisma hendak mengembalikan Amba kepada tunangannya, tunangannya tidak mau menerima Amba karena ia sudah ‘dijamah’ Bhisma. Satu-satunya pilihan bagi Amba adalah menikahi Bhisma atau seumur hidupnya ia bakal jadi perawan tua yang status sosialnya dipandang buruk sekali di masa itu.

Amba mendatangi Drupada (yang kelak menjadi ayah Drupadi, istri Yudhistira) untuk minta bantuan membujuk (baca : memaksa) Bhisma untuk menikahinya. Drupada tidak mau. Raja-raja lain pun ogah. Akhirnya Amba minta tolong pada Parasurama. Parasurama bersedia dan dia datang mula-mula dengan gaya ‘persuasif’. Ketika Bhisma tetap ngeyel tidak mau menikah, Parasurama menantang Bhisma bertarung. Kalau Bhisma kalah ia harus menikahi Amba, kalau Parasurama kalah maka Parasurama akan mundur dan tidak akan pernah lagi muncul di hadapan Bhisma.

Parasurama dan Bhisma saling baku hantam selama 23 hari dan pada akhirnya Bhisma yang menang (Bhisma saat itu adalah manusia awatara dari Dyaus sementara Parasurama sudah bukan lagi manusia awatara). Kesal dengan perilaku Bhisma, Parasurama bersumpah tidak akan pernah mau lagi mengajar murid dari golongan kesatria.

MENJADI GURU DRONA
 
Drona, seorang brahmana yang kelak akan menjadi guru para Kurawa dan Pandawa suatu saat bertemu dengan Parasurama dalam sebuah perjalanan. Parasurama bertanya apa Drona butuh bantuan? Drona hanya menjawab bahwa ia butuh pengetahuan tentang segala jenis senjata yang diketahui Parasurama. Parasurama akhirnya mengajari Drona segala jenis teknik beladiri dan penggunaan senjata baik senjata biasa atau astra (Brahmastra terutama). Ia juga memberi Drona semua senjata koleksinya minus kapak Siwa dan busur Wijaya dari Indra.

MENJADI GURU KARNA
 
Radheya, putra sulung Kunti dari hasil hubungannya dengan Dewa Surya sekaligus kakak sulung Pandawa, diadopsi oleh kusir kereta kerajaan Hastina. Memiliki bakat alam sebagai pemanah handal, ia sempat minta diajari memanah oleh Drona tapi Drona menolak karena sudah terikat sumpah pada Bhisma dan Sesepuh Hastina bahwa ia hanya akan mengajari para pangeran Hastina. Kesal karena penolakan Drona, Radheya mengembara mencari Parasurama dengan menyaru sebagai seorang brahmana. Parasurama senang sekali menerima ‘brahmana’ Radheya sebagai muridnya. Ia menganggap Radheya adalah muridnya yang paling cerdas dan cepat belajar. Tapi semua itu berubah saat suatu ketika Parasurama tidur dipangkuan Radheya. Saat itu seekor kalajengking menyengat kaki Radheya sehingga kaki Radheya berdarah dan darahnya menetes ke tangan Parasurama.

Parasurama terbangun dan langsung menginterogasi Radheya. Mulanya Radheya tidak mengaku tapi ketika Parasurama mendesak, ia mengaku bahwa ia memang bukan Brahmana.

Parasurama menghardik, “Cuma Kesatria yang bisa menahan rasa sakit disengat kalajengking seperti itu!”

“Guru, saya bukan kesatria. Saya hanyalah Suta, anak kusir.”

“Ah, sama saja! Kau menipuku! Karena kau sudah menipuku untuk mendapatkan pengetahuanku, kelak semua senjata dan kesaktianmu tak akan berguna di saat-saat kau sangat membutuhkannya!”

Tapi meskipun Parasurama marah besar pada Radheya, ia memberi Radheya pusakanya yang terakhir : Busur Wijaya dan astra bernama Bhagavastra (di wayang golek sering diubah menjadi tombak Baruna). Radheya kemudian diubah namanya menjadi Karna oleh Duryodhana dan diangkat menjadi Adipati (Raja bawahan) di Awangga.

Kutukan Parasurama terbukti. Menjelang dan di saat bertarung dengan Arjuna, kesaktian Karna menghilang satu demi satu. Dia bahkan tak bisa memanggil satupun astra miliknya di saat-saat terakhir. Karna sendiri akhirnya tewas terpenggal panah Pasopati Arjuna.

PERAN DI AKHIR ZAMAN

Diceritakan dalam Wisnupurana, Awatara terakhir Wisnu yakni Kalki Awatara akan berguru pada Parasurama guna mendapatkan senjata dari Siwa untuk mengalahkan Iblis Kali.
VARIASI LEGENDA PARASURAMA DI NUSANTARA
 
Parasurama juga ditampilkan sebagai tokoh dalam pewayangan. Antara lain di Jawa ia lebih terkenal dengan sebutan Ramabargawa. Selain itu ia juga sering dipanggil Jamadagni, sama dengan nama ayahnya.
Parasurama dalam bentuk wayang kulit digambarkan bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam legam
Ciri khas pewayangan Jawa adalah jalinan silsilah yang saling berkaitan satu sama lain. Kisah-kisah tentang Ramabargawa yang bersumber dari naskah Serat Arjunasasrabahu antara lain menyebut tokoh ini sebagai keturunan Batara Surya. Ayahnya bernama Jamadagni merupakan sepupu dari Kartawirya raja Kerajaan Mahespati. Adapun Kartawirya adalah ayah dari Arjuna Sasrabahu alias Kartawirya Arjuna. Selain itu, Jamadagni juga memiliki sepupu jauh bernama Resi Gotama, ayah dari Subali dan Sugriwa.

Dalam pewayangan dikisahkan Ramabargawa menghukum mati ibunya sendiri, yaitu Renuka, atas perintah ayahnya. Penyebabnya ialah karena Renuka telah berselingkuh dengan Citrarata raja Kerajaan Martikawata. Peristiwa tersebut menyebabkan kemarahan dan rasa benci luar biasa Ramabargawa terhadap kaum kesatria.

Setelah menumpas kaum kesatria, Ramabargawa merasa jenuh dan memutuskan untuk meninggalkan dunia. Atas petunjuk dewata, ia akan mencapai surga apabila mati di tangan titisan Wisnu. Adapun Ramabargwa versi Jawa bukan titisan Wisnu. Sebaliknya, Wisnu dikisahkan menitis kepada Arjuna Sasrabahu yang menurut versi asli adalah musuh Ramabargawa.

Setelah lama mencari, Ramabargawa berhasil menemui Arjuna Sasrabahu. Namun saat itu Arjuna Sasrabahu telah kehilangan semangat hidup setelah kematian sepupunya, yaitu Sumantri, dan istrinya, yakni Dewi Citrawati. Dalam pertarungan tersebut, Ramabargawa justru malah menewaskan Arjuna Sasrabahu.

Ramabargawa kecewa dan menuduh dewata telah berbohong kepadanya. Batara Narada selaku utusan kahyangan menjelaskan bahwa Wisnu telah meninggalkan Arjuna Sasrabahu untuk terlahir kembali sebagai Rama putra Dasarata. Ramabargawa diminta bersabar untuk menunggu Rama dewasa. Beberapa tahun kemudian, Ramabargawa berhasil menemukan Rama yang sedang dalam perjalanan pulang setelah memenangkan sayembara Sinta. Ia pun menantang Rama bertarung. Dalam perang tanding tersebut, Ramabargawa akhirnya gugur dan naik ke kahyangan menjadi dewa, bergelar Batara Ramaparasu.

Pada zaman berikutnya, Ramaparasu bertemu awatara Wisnu lainnya, yaitu Krisna ketika dalam perjalanan sebagai duta perdamaian utusan para Pandawa menuju Kerajaan Hastina. Saat itu Ramaparasu bersama Batara Narada, Batara Kanwa, dan Batara Janaka menghadang kereta Krishna untuk ikut serta menuju Hastina sebagai saksi perundingan Krishna dengan pihak Kurawa. Kisah ini terdapat dalam naskah Kakawin Bharatayuddha dari zaman Kerajaan Kadiri.
 
Di Bali diceritakan bahwa ia dan Arjuna Sasrabahu sama-sama merupakan titisan Wisnu. Sementara pakem wayang golek juga tidak jauh berbeda dengan pakem wayang Jawa dalam urusan cerita Ramaparasu.
  1. Di Myanmar, Laos, Thailand, Vietnam dan Kamboja, Parasurama bukanlah Awatara Wisnu yang populer. Apalagi di Nusantara – yang raja-rajanya ‘agak’ tidak mau dikritik dan disalahkan. Karena itu di Nusantara, Awatara keenam Wisnu diubah. Bukan Parasurama, tapi Arjuna Sasrabahu. 
  2. Model pengakuan Awatara Keenam Wisnu adalah Arjuna Sasrabahu juga terasa di Bali, di mana ada kisah yang menceritakan baik Arjunasasrabahu maupun Parasurama sama-sama adalah awatara Wisnu – mengambil pendekatan seperti Nara dan Narayana, rsi kembar yang sama-sama Awatara Wisnu dalam versi 22 Awatara. 
  3. Parasurama adalah awatara Wisnu paling ‘brangasan’ nomor dua setelah Narasinga. 
  4. Parasurama dipercaya masih hidup sampai saat ini. 
  5. Pasangan Parasurama yang bernama Dharini tidak pernah diceritakan mendampingi Parasurama saat Parasurama menjadi guru Bhisma, Drona, dan Karna. Kemungkinan besar istri. Parasurama ini sudah mangkat lama sekali sebelum peristiwa Mahabaratha atau mungkin sebelum Ramayana. 
  6. Setelah tak lagi menjadi awatara Wisnu, kekuatan Parasurama jauh berkurang meski masih cukup berbahaya untuk dihadapi para kesatria manapun yang ada di zaman itu. 
 Riwayat:
  • Nama lain: Rambhadra, Ramabargwa, Bregupati, Rama Bhargawa, Ramaparasu
  • Arti Nama: Rama Yang Membawa Kapak (Ramaparasu), Rama Sang Keturunan Maharsi Bhregu (Rama Bhargawa).
  • Ras: Manusia Awatara (Awatara Wisnu), Chiranjiwin (Kaum Abadi), Dewa (versi Jawa).
  • Masa Kemunculan : Treta Yuga, Dwapara Yuga, dan Kali Yuga
  • Senjata : Parasu (Kapak) dan Busur Vijaya
  • Pasangan : Dharini
  • Profesi : Brahmana
  • Lawan Utama : Warna Kesatria, terutama Arjuna Sasrabahu.
 Penulis: Agung Joni

0 Response to "Parasurama Guru Kalki Awatara"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel